WhatsApp

+62 812-3299-9470

Email

[email protected]

Jam Buka

Senin - Jum'at: 08.30AM - 04.30PM Sabtu: 08.30 AM - 01.30 PM

Bagi Informasi Ini

reflexology3Pelatihan SPA | Jadwal Pelatihan SPA-PUTU Eka (38), warga Denpasar, perlahan memijat betis seorang pelanggannya di salah satu rumah jasa refleksi di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, akhir Mei lalu. Ia senang dengan pekerjaannya sebagai terapis yang dipelajari di salah satu kursus singkat mengenai refleksi. Hanya saja, ia mengeluh dengan persaingan kurang sehat antar-terapis karena sebagian mereka hanya asal memijat tanpa memiliki dasar kursus. ”Padahal, terapis itu tidak bisa sembarangan memijat karena memang ada aturannya,” kata Eka.Menurut dia, ada titik-titik tertentu yang tak boleh dipijat. Salah-salah pijat bisa membuat sakit pelanggan. Namun, Eka kesal karena beberapa terapis hanya belajar asal, tidak memiliki piagam kursus yang diakui.

Hal senada dikeluhkan Sulistiyani Supriadi, pemilik kursus terapis. Ia berharap pemerintah meningkatkan pengawasan dan kontrol kepada terapis-terapis dan rumah spa ataupun refleksi yang menampung mereka. Ia berharap masyarakat bisa mendapatkan perawatan terapis spa dari jari-jari yang benar dan bersertifikat.

Kekhawatiran ini muncul dan menjadi keprihatinan bersama dalam Konferensi Nasional Pengembangan Heritage Spa Indonesia, di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Mei lalu. Dalam konferensi itu hadir pakar-pakar dan praktisi spa dari sejumlah daerah, termasuk 1.000 terapis yang memecahkan rekor Muri memijat bersamaan di Pantai Sanur.

Gaya hidup

BRA Mooryati Soedibyo sebagai Ketua Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) sekaligus pengusaha ini berharap pemerintah memperhatikan persoalan terapis. Bahkan, ia mengatakan, pemerintah bisa memperhatikan masa depan spa ini.

Bagi Mooryati, spa sudah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian orang hingga dunia. Gaya spa, menurut dia, bisa menjadi pengobatan dan perawatan kebugaran, baik perempuan maupun laki-laki. Ia khawatir citra spa bisa makin negatif jika persoalan seperti banyaknya terapis abal-abal ini merajalela.

”Negara-negara lain sudah lebih maju dalam kontrolnya. Mengapa Indonesia tidak bisa. Apalagi, Indonesia memiliki keragaman terapi air (spa) ini di beberapa daerah seperti di sembilan daerah,” kata Mooryati.

Asosiasi menonjolkan sembilan daerah mengenai terapi air (spa) mulai dari pemijatan hingga ramuan tradisionalnya, meski tidak tertutup kemungkinan masih banyak kekayaan daerah lainnya.

Sembilan terapi itu adalah Martup Batak, Batangeh Minang, Tangas Betawi, Lulur Jawa, So’oso Madura, Boreh Bali, Batimung Banjar, Tellu Sulapa Eppa Bugis, dan Bakera Minahasa. Ini juga sudah masuk dalam andalan pariwisata Indonesia, hanya saja promosinya belum maksimal.

Wisata kesehatan

Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Firmansyah Rahim mengatakan, pihaknya berupaya terus memperkenalkan wisata kesehatan spa ini sebagai daya tarik Indonesia. Ia mengakui wisatawan masih belum menjadikannya sebagai tujuan wisata.

Menurut dia, ini harus menjadi gerakan bersama dalam promosi. ”Kemasan promosi harus lebih menarik, seperti menambahkan cerita atau sejarah terkait pemijatan dan ramuan tradisional ini,” katanya.

Selain itu, ia menjanjikan meningkatkan kerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Kerja sama ini penting, lanjut Firmansyah, karena ramuan tradisional dengan penelitian dan kontrol bisa menjadi obat alternatif sesuai penyakitnya.

Suprijantoro, Sekjen Kementerian Kesehatan, mengatakan, ramuan tradisional ini merupakan peluang karena sebagian masyarakat secara psikologis percaya khasiatnya. Karena itu, pihaknya mendukung dan berjanji terus meneliti ramuan-ramuan yang beragam di seluruh Nusantara.

Pihaknya, ujar Suprijantoro, berupaya mendukung pengembangan jamu-jamu ini melalui puskesmas. Hanya saja, lanjutnya, sistem dan teknisnya belum berjalan maksimal. Ini termasuk persoalan terapis yang tak bersertifikat yang nekat ke luar negeri dan ini berdampak kepada pencitraan, begitu pula di dalam negeri.

Konferensi tersebut memunculkan Deklarasi Sanur. Isinya mengenai ketekadan memajukan ramuan tradisional, memperjuangkan terapis yang bersertifikat serta terdidik, baik dalam maupun luar negeri. Selain itu, mereka bersepakat memopulerkan spa dengan nama tirta husada. (Ayu Sulistyowati)

Artikel yang Disarankan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

nine − 2 =